ambarnews.com – Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Rakyat Miskin Demokratik (SRMD), William Marthon, melontarkan kritik tajam terhadap kondisi keuangan Kota Palopo, khususnya terkait anggaran Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilwalkot dan warisan utang yang ditinggalkan rezim sebelumnya.
William menyoroti bahwa setiap momentum suksesi politik selalu diiringi dengan isu korupsi yang mencuat ke publik.
Menurutnya, PSU Pilwalkot Palopo harus menjadi ajang pemilihan pemimpin yang benar-benar memiliki integritas dan komitmen terhadap kepentingan rakyat, bukan sekadar melanjutkan kebijakan yang membebani keuangan daerah.
“Kita tidak ingin PSU ini hanya melahirkan pemimpin yang nantinya menjadi bagian dari lingkaran penguasa yang rakus dan justru merampas hak rakyat. Kita butuh pemimpin yang berintegritas moral dan memiliki leadership kuat, bukan sekadar figur yang haus kekuasaan dan terlibat dalam praktik pemborosan anggaran,” tegas William, Jumat (7/3/2025).
Di sisi lain, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Selatan mengusulkan anggaran Rp11,5 miliar untuk pelaksanaan PSU Pilwalkot Palopo. Dana tersebut mencakup kebutuhan logistik pemilihan, mulai dari pendaftaran, surat suara, badan adhoc, hingga pemungutan dan penghitungan suara.
Ketua KPU Sulsel, Hasbullah, menyebut bahwa Pemkot Palopo telah menyatakan kesiapan mereka dalam menanggung anggaran tersebut.
“Pada prinsipnya, Pemkot Palopo siap dengan anggaran yang kami usulkan, apalagi mereka sudah menyiapkannya bersama DPRD,” ujar Hasbullah.
Namun, William mengingatkan agar anggaran PSU ini benar-benar digunakan secara transparan dan akuntabel.
Ia mengkritik kebijakan Pemkot yang seolah mudah mengalokasikan anggaran besar untuk PSU, tetapi di sisi lain masih memiliki warisan utang yang membebani keuangan daerah.
“Selama satu dekade terakhir, kita melihat bagaimana dugaan kasus korupsi di Kota Palopo terus mencuat. Rezim sebelumnya bahkan meninggalkan utang mencapai Rp250 miliar. Ini menunjukkan bahwa tata kelola keuangan di daerah ini masih sangat bermasalah,” kata William.
Menurutnya, kondisi ini menjadi cerminan betapa lemahnya sistem pengawasan terhadap kebijakan keuangan daerah.
Dikatakan, jika tidak ada perubahan, ia khawatir PSU ini justru akan menjadi ajang bagi elite politik untuk memperkaya diri sendiri dengan dalih demokrasi.
Ia menegaskan, dengan berbagai dinamika politik dan keuangan yang terjadi di Palopo, masyarakat diharapkan semakin cermat dalam memilih pemimpin yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik dan tidak terjebak dalam praktik politik uang atau penyalahgunaan kekuasaan
“Jangan sampai PSU ini hanya menjadi lahan bancakan baru bagi kelompok tertentu yang ingin mempertahankan kekuasaan. Rakyat harus kritis dan mengawasi agar tidak ada permainan anggaran di balik proses demokrasi ini,” pungkasnya.
*** Yustus