AMBARNEWS.COM || Pemerhati Lingkungan Budaya dan Sosial (PERLIBAS) GAYO melalui Koordinator Aksi Syahputra Ariga menegaskan bahwa konflik administratif, lingkungan, dan sosial budaya yang disebabkan oleh ketidakpatuhan dua perusahaan asing yang beroperasi di Tanah Gayo hingga kini belum menemukan titik penyelesaian yang konkret dari pemerintah maupun kementerian terkait.
Kedua perusahaan asing tersebut, yaitu PT Jaya Media Internusa (JMI) dan PT Rosin Trading Internasional, diduga kuat telah melakukan pelanggaran terhadap sejumlah regulasi lingkungan hidup dan perizinan usaha.
Padahal, dinamika dan permasalahan ini telah mendapat perhatian dari aparat penegak hukum serta dinas terkait di tingkat kabupaten, provinsi, hingga kementerian. Namun, pemberian sanksi yang seharusnya ditegakkan atas pelanggaran berulang justru masih tertunda tanpa kepastian.
Padahal pada 22–23 Oktober 2025, Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah dan Gayo Lues, Pemerintah Provinsi Aceh, serta Gakkum KLHK Wilayah Sumatera,dan beberapa Dinas terkait telah melakukan rapat koordinasi dan inspeksi lapangan terhadap dua perusahaan tersebut.
Hasil sidak menunjukkan bahwa PT JMI dan PT Rosin Trading Internasional masih melakukan berbagai pelanggaran, sehingga dinyatakan belum layak untuk beroperasi.
Namun ironisnya, berdasarkan temuan lapangan terbaru, kedua perusahaan ini diduga tetap melakukan aktivitas pembelian dan pengolahan getah pinus tanpa kelengkapan izin resmi.
Hal ini menimbulkan pertanyaan serius.
“Apakah karena mereka perusahaan asing, sehingga bisa semena-mena dan seolah kebal terhadap hukum di Republik ini?”
Oleh sebab itu kami PERLIBAS GAYO mendesak Kapolda Aceh untuk segera melakukan tindakan hukum atas dugaan pelanggaran tersebut.
Selain itu, Gakkum KLHK bagian Verifikasi diminta untuk segera mengeluarkan rekomendasi penetapan sanksi kepada Gakkum bagian Penindakan, guna memastikan kedua perusahaan ini mendapat hukuman maksimal sesuai tingkat pelanggaran.
Tidak hanya itu, PERLIBAS juga menduga adanya ketidaksesuaian data antara laporan penjualan ke pemerintah daerah dan laporan ekspor ke Bea Cukai, yang berpotensi mengandung unsur pelanggaran pidana korupsi, manipulasi laporan, dan perbuatan melawan hukum.
Oleh karena itu, PERLIBAS mendesak KPK dan aparat penegak hukum lainnya untuk mengusut tuntas dugaan ketidakwajaran laporan ekspor dan potensi kerugian negara akibat aktivitas ilegal kedua perusahaan tersebut.
Kami tidak pernah menolak investasi dalam bentuk apa pun. Bahkan kami memberikan karpet merah bagi siapa pun yang ingin berinvestasi di daerah kami.
Namun investasi harus patuh pada regulasi, menghormati konstitusi, dan menjaga ekosistem sosial masyarakat Gayo,”
tegas Syahputra Ariga mewakili PERLIBAS GAYO.
Perusahaan ini seharusnya mengetahui dan mematuhi aturan sesuai dengan
1. UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3): “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
2. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), khususnya:
Pasal 36 ayat (1): Setiap usaha wajib memiliki izin lingkungan sebelum beroperasi.
Pasal 69 ayat (1): Dilarang melakukan kegiatan yang menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.
Pasal 97 & 98: Pelanggaran dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana.
3. Pergub Aceh No. 15 Tahun 2023 tentang Pedoman Pengolahan dan Pengeluaran Getah Pinus:
Mengatur kewajiban perizinan, pelaporan, dan tata kelola hasil hutan bukan kayu secara berkelanjutan.
4. UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terkait potensi manipulasi data penjualan dan ekspor yang dapat merugikan keuangan negara.
Karenanya kami PERLIBAS GAYO menegaskan bahwa penegakan hukum tidak boleh tebang pilih.
Ketaatan terhadap konstitusi dan undang-undang adalah harga mati.
Negeri ini tidak boleh tunduk pada kepentingan modal asing yang merusak tatanan sosial, budaya, dan lingkungan masyarakat Gayo, Aceh dan Indonesia.



