Lutra

Peringati Hari Disabilitas Internasional, Forum PATBM Luwu Utara Gelar Dialog Refleksi Layanan Pendidikan Inklusif

17
×

Peringati Hari Disabilitas Internasional, Forum PATBM Luwu Utara Gelar Dialog Refleksi Layanan Pendidikan Inklusif

Sebarkan artikel ini

LUWU UTARA-AMBARNEWS.COM || Forum Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Kabupaten Luwu Utara menggelar Dialog Interaktif Refleksi Layanan Pendidikan Inklusif di Kabupaten Luwu Utara, pada Rabu, 3 Desember 2025 yang lalu, di Warkop Daeng Azis Masamba, Luwu Utara.

Kegiatan ini digelar dalam rangka untuk memperingati Hari Disabilitas Internasional 2025. Selain menggandeng CSO, kegiatan ini juga di-support oleh gabungan OMS, dengan harapan agar dialog ini bisa memberikan rekomendasi tentang potret layanan pendidikan inklusif di Luwu Utara.

Perwakilan Forum PATBM, Arjun, mengatakan bahwa kegiatan ini nantinya akan mengidentifikasi apa yang menjadi kebutuhan, hambatan, dan tantangan pada pelayanan pendidikan inklusif. “Ini akan menjadi wadah bagi kami untuk mengidentifikasi apa saja yang menjadi kebutuhan kita pada layanan Pendidikan inklusif, khususnya di Luwu Utara ini,” jelas Arjun.

Sementara Direktur Eksekutif Pajung Institute, Ibrahim Umar, dalam pengantarnya mengatakan, dialog ini menjadi wadah bagi seluruh pihak terkait untuk menyampaikan pendapat, ide, kritik, saran, hingga rekomendasi terkait potret layanan pendidikan inklusif di Kabupaten Luwu Utara.

Menurutnya, pendidikan inklusif menjadi tanggung jawab seluruh pihak untuk memastikan setiap anak, termasuk kalangan difable, agar mendapatkan pendidikan berkualitas, “Pastikan memantau perbup layanan pendidikan inklusif dan bagaimana implementasinya di lapangan,” ucapnya.

Dialog interaktif ini berlangsung menarik, karena dihadiri oleh beberapa sekolah yang juga telah menerapkan layanan pendidikan inklusif di sekolahnya. Salah satu sekolah di Kabupaten Luwu Utara yang telah menerapkan layanan pendidikan inklusif adalah SMP Negeri 4 Masamba.

Kepada SMP Negeri 4, Desak Made Megawati, membenarkan praktik-prakti baik tentang layanan pendidikan inklusif di sekolahnya. Menurut Desak Made Megawari bahwa ada beberapa siswa yang mengalami keterbatasan seperti lambat dalam membaca bahan bacaan, seperti buku.

Siswa yang demikian, kata dia, diberikan layanan khusus. Setelah dianggap sudah berkembang, maka siswa bersangkutan akan digabung dengan siswa lainnya. “Kami berikan bimbingan khusus selama 1 semester. Setelah ada perkembangan baru digabungkan dengan teman lainnya, begitu cara kami menanganinya,” papar Desak Made Megawati.

Berbeda dengan SMPN 4 Masamba, SDN 099 Masamba sedikit mengalami hambatan dalam hal pemberian layanan pendidikan inklusif. Menurut Rifai, guru SD 099 Masamba, bahwa pihaknya sedikit mengalami kendala dan tantangan dalam menerapkan pendidikan inklusif.

Meskipun, kata dia, masalah dan tantangan tersebut hampir sama dengan apa yang dialami oleh beberapa sekolah di daerah berjuluk Bumi La Maranginang tersebut, khususnya dalam upaya untuk menciptakan lingkungan yang adil terhadap anak yang berkebutuhan khusus.

“Tidak adanya pengulangan dari orangtua kepada anak di rumah menjadi salah satu kendala yang dihadapi tenaga pendidik, karena saat siswa kembali ke sekolah, akan lupa lagi dengan apa yang didapatkan di hari sebelumnya,” ungkapnya. Masalah ini juga berlaku bagi siswa disabilitas.

Pada kesempatan yang sama pula, tenaga pendidik Sekolah Luar Biasa (SLB) Nur Amin Masamba, Lili Andriani, mencoba menggambarkan pola penanganan bagi siswa disabilitas. Menurutnya, pola penanganan antara siswa dengan ketunaan tunggal dan ketunaan ganda, berbeda.

Lili Andriani menceritakan bahwa anak yang memiliki hambatan, baik yang tunggal atau memiliki yang satu ketunaan maupun ganda atau yang lebih dari satu ketunaan, pola penanganannya acap kali digabungkan jika semua siswa tersebut hadir, karena masih kekurangan tenaga pendidik.

“Efektifnya memang adalah untuk ketunaan tunggal, satu guru mengajar lima siswa, sementara untuk anak autis dua guru mengajar satu siswa,” papar Lili Andriani yang juga turut hadir sebagai perwakilan dari entitas Sekolah Luar Biasa (SLB) yang diketahui ada beberapa di Luwu Utara.

Sementara dari Forum Peduli Kelompok Rentan Desa Pincara Luwu Utara, Triwan, yang turut hadir juga menceritakan praktik baik yang telah dilakukan di lapangan. Menurutnya, sebelum terbentuk Forum Peduli Kelompok Rentan, kaum difabel tak pernah dilibatkan dalam program di desa.

Berangkat dari masalah tersebut, Forum Peduli Kelompok Rentan Desa Pincara dibentuk, dengan harapan untuk mengawal seluruh aspirasi dari penyandang disabilitas. “Sejak forum ini terbentuk, perlakuan terhadap warga difabel di desa Pincara sudah mulai terasa membaik,” ungkapnya.

“Contoh yang paling nyata adalah penyandang disabilitas di Desa Pincara kini dibuatkan tangga khusus yang menghubungkan tempat-tempat ibadah, kantor desa, puskesmas pembantu (pustu), termasuk jalan, yang memudahkan akses bagi mereka saat beraktivitas,” beber Triwan lagi.

Sekadar diketahui, pemerintah daerah telah mengeluarkan berbagai regulasi dan kebijakan untuk menjamin layanan pendidikan inklusif bagi peserta didik, terutama yang disabilitas atau memiliki kebutuhan khusus untuk mendapat kesempatan pendidikan yang sama di sekolah reguler.

Regulasi yang dimaksud adalah terbitnya Pergub Sulsel Nomor 52 Tahun 2023 dan Perda Luwu Utara Nomor 8 Tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pelayanan Penyandang Disabilitas yang kini menjadi dasar hukum bagi pemerintah untuk memberlakukan layanan pendidikan inklusif.

Dialog interaktif ini juga dihadiri SLB Nur Amin Masamba, Forum Peduli Kelompok Rentan Desa Pincara, Kepala Seksi Pendidikan Islam Kemenag Luwu Utara, Komunitas To Pacce, Bapperida, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, DP3AP2KB, Dinas Sosial, DPUTRPKP2, dan PGRI.