Mamuju Ambarnews.com,–Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sulawesi Barat (Sulbar) mengadakan pertemuan dengan pimpinan media untuk membahas isu terkini di Noon Coffe Mamuju, Kamis (23/1/2025).
Diskusi ini membahas berbagai isu, termasuk keaslian uang rupiah, kebijakan sistem pembayaran BI, dan penggunaan QRIS.
Kepala Perwakilan BI Sulbar, Gunawan Purbowo, mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Sulbar pada kuartal III (Q3) 2024 hanya mencapai 2,16 persen, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan nasional sebesar 4,95 persen. Capaian ini juga mengalami penurunan signifikan dari kuartal II (Q2) 2024 yang mencapai 4,30 persen.
Sorotan Penurunan di Sektor Ekonomi
Gunawan menjelaskan, perlambatan ekonomi Sulbar disebabkan oleh berbagai faktor. Dari sisi Lapangan Usaha (LU), sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mencatatkan penurunan akibat melemahnya produksi Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit.
Sektor industri pengolahan juga mengalami perlambatan akibat turunnya produksi Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya. Selain itu, sektor konstruksi terhambat oleh kemajuan proyek strategis nasional (PSN), seperti pembangunan Bendungan Budong-Budong yang tidak sesuai jadwal.
Sektor administrasi pemerintahan pun mencatat perlambatan karena penurunan belanja barang oleh pemerintah pusat serta melambatnya realisasi belanja APBD.
Penyebab Perlambatan dari Sisi Pengeluaran
Dari sisi pengeluaran, konsumsi pemerintah melambat akibat penurunan realisasi belanja pegawai, terutama pasca pembayaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) kepada ASN pada Juni 2024. Komponen investasi juga tertekan karena tertundanya pembangunan PSN Bendungan Budong-Budong.
Di sisi lain, ekspor mengalami perlambatan akibat menurunnya produksi CPO.
Inflasi Rendah, Namun Tantangan Tetap Ada Tingkat inflasi tahunan Sulbar pada Desember 2024 tercatat sebesar 1,49 persen, lebih rendah dibandingkan inflasi nasional sebesar 1,57 persen. Namun, secara bulanan, inflasi mencapai 0,66 persen.
Komoditas yang berkontribusi pada deflasi antara lain jeruk nipis, ikan kembung, cabai rawit, angkutan udara, dan emas perhiasan. Gunawan menjelaskan, meningkatnya pasokan jeruk nipis dari Makassar dan cabai rawit dari pegunungan Mamuju menurunkan harga kedua komoditas ini. Deflasi angkutan udara terjadi karena penurunan biaya tambahan bahan bakar (fuel surcharge).
Namun, beberapa komoditas menyumbang inflasi, seperti tomat, cabai merah, ikan layang, dan ikan cakalang. Penurunan produksi tomat dan cabai merah akibat tingginya curah hujan menyebabkan harga meningkat. Sementara itu, gelombang laut yang tinggi di perairan Sulbar mengurangi hasil tangkapan ikan layang dan cakalang.
Gunawan menegaskan pentingnya penguatan koordinasi antar sektor untuk menjaga stabilitas ekonomi dan inflasi di Sulbar. “Kami akan terus bersinergi dengan pemerintah daerah dan pihak terkait untuk mengatasi tantangan ini,” ujarnya.
(*/Red)