Uncategorized

LIRA Desak Dinas Perizinan Aceh Segera Segel Kembali PT HOPSON yang diduga Masih Tetap Beroperasi

28
×

LIRA Desak Dinas Perizinan Aceh Segera Segel Kembali PT HOPSON yang diduga Masih Tetap Beroperasi

Sebarkan artikel ini

Banda Aceh-Ambarnews.com || Aktivis Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Gayo Lues M Purba SH,mendesak Dinas Perizinan Pemerintah Aceh Agar Segera Turun Ke Gayo Lues untuk segera menertibkan adanya dugaan Beberapa Perusahaan Pengolahan Pinus yang diduga Kuat masih beroperasi walau tanpa izin resmi.

Sebagaimana dengan temuan dibawah ini seperti PT Hopson Sepertinya makin berani beroperasi tiap hari , sudah operasional beroperasi meskipun tidak memiliki izin dan papan pelarangan beroperasi masih ada di depan pintu gerbangnya , pihak aparat , DLHK , KPH , BPHL maupun kementrian tidak dianggap lagi.

Dijelaskan Purba apabila Perusahaan yang tetap beroperasi setelah Surat Izin Pemanfaatan Hasil Hutan (SIPUHH) dibekukan dapat dikenakan sanksi pidana berat, termasuk pidana penjara bagi direksi dan/atau komisaris, denda dalam jumlah besar bagi perusahaan, dan potensi pencabutan izin permanen.

Dasar Hukum dan Sanksi

Pembekuan izin adalah sanksi administratif yang berarti perusahaan tersebut tidak lagi memiliki dasar hukum untuk beroperasi secara sah. Melanjutkan operasi dalam kondisi ini dianggap melanggar hukum, khususnya jika kegiatan tersebut berkaitan dengan sektor kehutanan atau lingkungan hidup.

Dan Sanksi pidana yang dapat dikenakan didasarkan pada pelanggaran undang-undang terkait, seperti UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (sebagaimana diubah dalam UU Cipta Kerja) dan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Konsekuensi spesifik meliputi:

Pidana Penjara dan/atau Kurungan: Penanggung jawab perusahaan (direksi, komisaris, atau pihak lain yang terlibat) dapat dikenakan pidana penjara.

Ancaman pidana penjara bisa mencapai belasan tahun, tergantung pada tingkat pelanggaran dan dampaknya.

Denda: Perusahaan dapat dijatuhi pidana denda yang besar, mencapai miliaran rupiah.

Pidana Tambahan: Selain denda, perusahaan dapat dikenakan pidana tambahan berupa penutupan seluruh atau sebagian perusahaan, perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, dan/atau kewajiban pemulihan lingkungan.

Pencabutan Izin Permanen: Jika proses pidana di kepolisian selesai dan terbukti bersalah, pembekuan izin dapat ditingkatkan menjadi pencabutan izin usaha secara permanen.

Dianggap Ilegal: Beroperasi tanpa izin yang sah (karena dibekukan atau dicabut) menjadikan kegiatan usaha tersebut ilegal, dan perusahaan berisiko menghadapi tuntutan hukum lebih lanjut dari pihak berwenang.

Intinya, perusahaan yang melanggar sanksi pembekuan izin melakukan tindakan melanggar hukum serius yang berujung pada konsekuensi pidana dan administrasi yang berat.

Perusahaan yang menadah (menampung, membeli, mengolah, atau memasarkan) hasil hutan ilegal, termasuk hasil hutan bukan kayu (HHBK), dapat dikenakan sanksi pidana berat berdasarkan Undang-Undang di Indonesia, terutama Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H) dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan), sebagaimana telah diubah dalam UU Cipta Kerja.

Perusahaan (korporasi) yang terlibat dalam tindak pidana kehutanan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana di samping perorangan yang bertindak atas nama korporasi tersebut.

Sanksi yang dikenakan meliputi:

Pidana Penjara: Individu di dalam perusahaan (pengurus, direksi) yang bertanggung jawab atas perbuatan tersebut dapat dikenakan pidana penjara.

Denda: Korporasi dapat dijatuhi pidana denda yang besarannya diatur dalam undang-undang terkait. Pidana denda merupakan sanksi pokok bagi korporasi.

Perampasan Aset: Semua hasil hutan ilegal yang ditadah atau diolah, serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan kejahatan (seperti alat angkut, alat produksi), dapat dirampas untuk negara.

Sanksi Administratif: Selain sanksi pidana, perusahaan juga dapat dikenakan sanksi administratif seperti penghentian sementara kegiatan usaha, pembayaran denda administratif, atau pencabutan perizinan berusaha (PBPH).

Contoh Pasal Terkait

Meskipun pasal spesifik untuk HHBK ilegal perlu ditelusuri lebih detail, prinsip hukum untuk hasil hutan ilegal secara umum diatur dalam pasal-pasal berikut:

UU No. 18 Tahun 2013: Mengatur secara spesifik pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, termasuk tindak pidana terkait pengangkutan, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan ilegal (yang dipungut secara tidak sah).

UU No. 41 Tahun 1999 (dan perubahannya): Mengatur larangan dan sanksi terkait pemanfaatan hasil hutan tanpa izin pejabat yang berwenang.

Perusahaan yang menadah hasil hutan ilegal, termasuk HHBK, dianggap turut serta atau sebagai penadah barang yang diperoleh dari tindak pidana kehutanan, yang merupakan pelanggaran serius dengan ancaman hukuman finansial yang signifikan dan potensi hukuman penjara bagi pengurusnya.ungkap Aktivis LIRA ini sembari mendesak Semua Pihak Terkait agar segera melakukan tindakan Hukum sesuai dengan per aturan per undang-undangan yang berlaku.