Soppeng

BPD Harus Berfungsi Sebagai Pengawas, Bukan Sekadar Bemper Kepala Desa

12
×

BPD Harus Berfungsi Sebagai Pengawas, Bukan Sekadar Bemper Kepala Desa

Sebarkan artikel ini

SOPPENG-AMBARNEWS.COM || Dari hasil monitoring dan analisis terhadap pola sistemik yang terjadi di tingkat desa, terungkap bahwa korupsi dana desa bukan hanya disebabkan oleh individu yang serakah, tetapi juga oleh sistem pengawasan yang lemah. Banyak faktor turut mempengaruhi, mulai dari rendahnya literasi keuangan aparat desa hingga minimnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan.

Data Kementerian Desa menunjukkan bahwa sebagian besar kasus penyalahgunaan dana desa berawal dari kelalaian administratif, yang kemudian berkembang menjadi tindakan korupsi.

Salah satu titik lemah yang paling sering muncul adalah pada pengawasan internal desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang semestinya berperan sebagai pengawas sering kali tidak berfungsi secara optimal.


“Korupsi di desa tumbuh karena kombinasi antara wewenang besar dan kontrol kecil. Jika dua hal itu tidak seimbang, penyalahgunaan pasti akan terjadi,” ujar seorang pemerhati desa.


Rakyat Selalu Jadi Korban

Korupsi dana desa berdampak langsung pada kualitas hidup warga. Proyek infrastruktur yang dikerjakan asal-asalan membuat akses transportasi warga terganggu. Bantuan sosial sering kali tidak tepat sasaran akibat manipulasi data.

Lebih jauh lagi, korupsi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa. Warga menjadi apatis, enggan ikut musyawarah, dan pada akhirnya proses pembangunan desa tersendat. Uang negara yang seharusnya memajukan desa justru memperkaya segelintir orang.


Langkah Warga Mengawasi Dana Desa

Masyarakat sebenarnya memiliki peran besar dalam mencegah penyimpangan dana desa. Berikut beberapa langkah sederhana namun efektif:

  1. Periksa papan informasi desa. Pastikan APBDes dan laporan realisasi selalu dipajang dan diperbarui.
  2. Ikut hadir dalam musyawarah desa. Jangan biarkan keputusan penting hanya dibuat oleh segelintir pihak.
  3. Foto dan catat proyek desa. Jika ada kejanggalan, dokumentasikan secara baik.
  4. Laporkan dugaan penyimpangan. Gunakan saluran resmi ke Inspektorat Kabupaten/Kota atau aplikasi JAGA KPK.
  5. Dukung media lokal dan jurnalis warga. Publikasi merupakan bentuk tekanan sosial yang efektif terhadap praktik korupsi.

“Warga bukan hanya penerima manfaat, tetapi juga pengawas utama. Tanpa partisipasi mereka, korupsi di desa akan terus berulang,” tegas seorang pemerhati kebijakan publik.


Sanksi Hukum Bagi Pelaku Korupsi Dana Desa

Penyelewengan dana desa termasuk dalam tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 20 tahun, denda miliaran rupiah, serta kewajiban mengembalikan kerugian negara. Selain itu, pelaku juga bisa diberhentikan dari jabatannya dan kehilangan hak politiknya.

Namun, dampak terbesar bukan hanya pada hukum, melainkan luka sosial di tengah masyarakat — warga kehilangan kepercayaan, dan nama baik desa tercoreng.


Desa Bersih Dimulai dari Keberanian Warga

Pemberantasan korupsi dana desa tidak cukup hanya dengan regulasi, tetapi juga membutuhkan kesadaran moral dan keberanian warga untuk menolak penyimpangan.

Desa yang bersih bukan berarti tanpa masalah, melainkan desa yang berani mengakui kesalahan dan memperbaikinya secara terbuka.
Transparansi, partisipasi warga, dan integritas aparat desa menjadi tiga pilar utama dalam menciptakan pemerintahan desa yang akuntabel.

Jika warga berani bersuara dan pemerintah daerah mendukung keterbukaan, maka uang negara akan benar-benar kembali kepada rakyat, bukan ke kantong pribadi pejabat.