Jakarta 

ambarnews.com - Minggu (04/12/2022) Tak dapat disangkal bahwa generasi muda adalah pemangku kepentingan nasional. Dia adalah pelanjut dan pemilik masa depan bangsa. Siklus bangsa sesungguhnya adalah siklus manusia yang tidak hanya berputar mengikuti alur alamiah sejarah tetapi sebuah siklus kehidupan yang mesti dipersiapkan untuk mengisi dan menghadapi tantangan masa depan yang semakin tidak ringan. Generasi muda harus digembleng, dibina, diarahkan, dipersiapkan dan diperkenalkan dengan sejumlah persoalan dan tantangan serta melatih mereka,  mengatasi tantangan. Mengisi sebuah era/masa memerlukan ketangguhan, karena dua decade lagi Indonesia berusia se-abad yang tentu saja tantangannya akan semakin keras. “What is a society without a heroic dimension” tulis Filsuf Perancis, Jean Baudrillard. 

Suatu masyarakat selalu memerlukan dimensi heroisme yang dijadikan sebagai instrument menghadapi tantangan.  Semangat kepahlawanan harus selalu hadir dan mengisi jiwa karena merupakan sesuatu yang  vital dan keberlanjutan  untuk sebuah bangsa.  Mungkin negeri ini tidak akan lahir bila saja para pahlawan bangsa yang juga adalah para pamong bagi rakyatnya tidak melakukan aksi-aksi patriotik. Dimensi kepahlawanan menjadi semakin penting untuk diamanahkan melalui proses sosialisasi, diseminasi dan yang terpenting adalah contoh tauladan yang tua kepada yang muda tentang bagaimana kita membangsa dan menegara. 

Setiap bangsa membutuhkan nilai-nilai kepahlawanan  karena didalam kepahlawanan mengarahkan kita pada cita-cita bersama. Sebagai sesama anak bangsa, sudah seharusnya mampu menginternalisasi nilai dan semangat kepahlawanan dan membuatnya tetap terpatri dalam sanubari dengan menyingkirkan beragam perbedaan yang diorkestrasi pihak-pihak yang ingin memecah belah bangsa.

Pamong adalah “empu” kebangsaan 

Masyarakat, di mana pun di belahan dunia ini, membutuhkan nilai-nilai kepahlawanan (bela negara) untuk tetap bisa fokus pada cita-cita yang menjadi tujuan bersama. Generasi muda yang menjadi bagian dari warga masyarakat membutuhkan pesan dan keteladanan dari tokoh-tokoh heroik untuk merawat dan menjaga semangat kebangsaan yang akan mengantarkan pada cita-cita nasional. 

Jika ingin menempa generasi  muda maka terlebih dahulu harus menjadikan pamong sebagai “empu”. 

Para“empu” yang akan mencetak pahlawan-pahlawan masa depan.  Proses untuk menjadi “empu” kebangsaan menjadi sangat relevan untuk dilakukan ditengah turbulensi kebangsaan yang berdampak pada melemahnya ikatan social kita.  Pahlawan adalah orang-orang yang berani mengambil jalan berbeda, berjuang dan bersuara lebih dahulu dibanding yang lain, mereka lantang menyuarakan untuk sebuah prinsip kebenaran. Olehnya, para “empu” kebangsaan harus mampu menjadi tauladan dengan mengejawantahkan nilai-nilai kepahlawanan yang telah dicontohkan dan dapat dijadikan sebagai senjata dan perisai bagi tunas bangsa dalam menghadapi beragam dinamika kebangsaan.

Penyemaian nilai dapat dilakukan oleh para pamong yang setiap saat berinteraksi dengan siswa Taruna Nusantara. Pamong siswa SMA Taruna Nusantara merupakan garda terdepan dalam menghasilkan generasi terdidik, berakhlak mulia, bermental kuat dan tentu saja memiliki kepekaan kebangsaan yang tinggi. Mencetak generasi berintegritas merupakan tugas pamong, sebuah tugas mulia untuk menghasilkan pahlawan-pahlawan untuk bela negara.

Dalam konteks ini, penguatan pamong sebagai “empu” kebangsaan dilakukan melalui Training of Fasilitator (ToF) Pelatih Bela Negara bagi Pamong SMA Taruna Nusantara bersama Pusdiklat Bela Negara Kemhan TA.2022 di Kampus Taruna Nusantara (Tarnus) Magelang.

Penguatan elemen kebangsaan khususnya dilembaga pendidikan menjadi signifikan dilakukan dalam situasi seperti saat ini. Corak pendidikan dan latihan yang dilakukan oleh pamong dapat dilakukan dengan mengadopsi beragam metode dan teknik sesuai kebutuhan, khususnya yang terkait dengan kebangsaan. Para pamong dapat mengadopsi konsep paradigma pendidikan profetik Kuntowijoyo (2005) yaitu humanisasi, liberasi dan transendensi.

Pendidikan bela negara merupakan penyadaran bagi rakyat yang relevan dengan konsep tersebut. Pendidikan meniscayakan proses transformative yang bertumpu pada transfer nilai.  Humanisasi bermakna anjuran untuk menegakkan kebaikan, memanusiakan manusia untuk menegakkan kebajikan. Dalam konteks pendidikan, humanisasi ini berarti membangun kesadaran dan kepribadian secara terbuka dalam rangka misi kemanusiaan.

Liberasi, adalah pemaknaan kreatif terhadap pendidikan saat ini. Refleksi kritis dari para pamong untuk menemukan cara-cara baru yang mampu melahirkan tunas-tunas muda bangsa yang tangguh dalam menghadapi situasi yang tidak pasti. Transendensi, adalah upaya menyeimbangkan antara aspek rasionalitas dan spiritualitas. Kecerdasan spiritual penting dibangun.

Sebagai kelengkapan dari kecerdasan lain yang telah dimiliki. 

Nilai kepahlawanan yang dibutuhkan dimasa depan

Perjalanan kebangsaan Indonesia diwarnai perjuangan yang menuntut pengorbanan jiwa dan raga.

Keberlangsungan sebuah bangsa tetap menuntut kebesaran hati warga negaranya untuk memberikan yang terbaik bagi bangsanya. Era revolusi kemerdekaan tentu berbeda dengan era kekinian yang memiliki dinamika dan kompleksitasnya sendiri.  Bahkan tantangan kedepan jauh lebih berat karena dinamika global juga ikut mempengaruhi  beragam hal di lingkungan domestik kita.

Nilai kepahlawanan selalu menuntut kita untuk selalu ditularkan agar kelangsungan ketahanan nasional dapat terus terjaga.

Bertrand Piccard seorang psikiater Swiss pernah mengatakan bahwa "In the 21st century, i think the heroes will be the people who will improve the quality of life, fight poverty and introduce more sustainability". Pernyataan kualitatif ini menegaskan bahwa kita sebagai bangsa untuk tetap satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa saling menguatkan keteladanan dari para pahlawan, tetap harus hadir dalam sanubari kita hari ini dan dimasa datang.

Keberlanjutan nilai menjadi tantangan tersendiri ditengah maraknya nilai-nilai asing yang menular melalui media social. Nilai-nilai asing yang mengintrusi kepribadian anak didik menjadi ancaman tersendiri yang patut menjadi perhatian bagi para pamong. Nilai dan sikap berupa: cinta tanah air, sadar berbangsa dan bernegara, setia pada Pancasila, rela berkorban untuk bangsa dan negara serta memiliki kemampuan awal bela negara merupakan nilai dasar yang harus mewujud dalam keseharian kita sebagai warga bangsa.  

Nilai-nilai kepahlawanan yang telah diwariskan oleh para pendiri dan pelopor bangsa perlu untuk selalu diberi ruang untuk diekspresikan. Segala bentuk perbedaan apapun harus mampu dieliminasi.  Inkud prabeda ngelar angsab, mempersempit perbedaan memperluas persamaan harus menjadi nilai yang melekat pada diri insan warga negara agar tidak tercabik-cabik oleh konflik yang merontokkan semangat persatuan.

Perbedaan harus dapat menjadi kekuatan yang diikat oleh rasa persatuan. Kemerdekaan yang kita raih hingga hari ini adalah buah persatuan yang digagas oleh para founding fathers kita.  Pewarisan nilai dan pemahaman arti penting kebangsaan melalui aksi bela negara menjadi entry point penguatan kebangsaan yang dilakukan oleh para “empu” kebangsaan yang telah terbina.

dan memiliki integritas tinggi untuk mengarahkan  para generasi muda khususnya bagi para insan cendekia yang sedang ditempa di kampus Tarnus.

Semoga para “empu” kebangsaan mampu untuk selalu hadir bersama sang binaan untuk mengantar mereka ke medan juang kebangsaan agar mampu membawa NKRI meraih cita-citanya. 


Penulis: Andi Muh. Darlis


Dari Instansi: Pusdiklat Bela Negara Kemhan


(Lina)